Tolak Bengkayang Di Sungai Raya



singkawang – Setelah enam tahun senyap, aksi tidak mau bergabung ke Kabupaten Bengkayang muncul lagi di Sungai Raya. Padahal gugatan UU Nomor 10 Tahun 1999 ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu sudah reda.

Bupati Bengkayang Suryadman Gidot bereaksi keras. “Apabila tidak senang dan tidak mau tinggal di Kabupaten Bengkayang, pindah saja,” ujar Suryadman Gidot kepada Equator beberapa waktu lalu menyikapi spanduk dan baliho yang dipasang di sepanjang jalan mulai dari Tanjung Gundul hingga Sungai Duri.

Dalam atribut itu tertulis: “Bengkayang No, Singkawang/Mempawah Yes”. Fenomena ini mengingatkan peristiwa sebelumnya dari masyarakat setempat yang menolak berada dalam wilayah Kabupaten Bengkayang. Masalahnya hingga bergulir ke MK melalui gugatan judicial review atas UU Nomor 10/1999 tentang pembentukan Kabupaten Bengkayang.

Secara geografis, kecamatan yang berada di sepanjang pantai utara meliputi Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Raya Kepulauan memang lebih dekat ke Kota Singkawang atau ke Kabupaten Pontianak. Untuk pelayanan umum seperti pengurusan administrasi cukup merepotkan warga karena untuk mencapai ke pusat kabupaten sangat jauh.

Dari sisi historis juga, dua kecamatan tersebut memiliki akar budaya dan sosio kultur ke Mempawah dan sebagian lainnya ke Singkawang. Opsi untuk memilih ke dua wilayah pemerintahan itu menjadi salah satu bahan pertimbangan gugatan.

Namun MK mementahkan gugatan itu. Dengan demikian kabupaten ini legal dari Sungai Raya sampai ke Jagoi Babang. “Saya pikir, jika mau pindah ke Singkawang atau Mempawah, pindah saja ke sana,” ujar Gidot.

Dia mengaku sudah memerintahkan kepada camat setempat, apabila ada yang warga yang meminta surat pindah, agar diberikan saja. “Bila perlu semua warga di Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya kepulauan yang mau pindah, saya persilakan,” tegas Gidot.

Gidot yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Kalbar ini mengatakan UU Nomor 10/1999 sudah harga mati tak bisa diotak-atik lagi. “Apabila ada oknum yang menulis Bengkayang No, Singkawang/Mempawah Yes itu boleh-boleh saja,” kata dia seraya menjelaskan masih banyak orang lain yang mau datang dan menjadi warga Kabupaten Bengkayang.

Gidot berpikir praktis saja. Apabila ada intrik tertentu bahkan menjelek-jelekkan Kabupaten Bengkayang, dirinya selaku kepala daerah tidak terima. Seandainya dalam hal penyelenggaraan roda pemerintahan, wajar jika selama 13 tahun menjadi wakil bupati dan sekarang menjadi bupati tidak sempurna mengurusi daerah.

“Apabila hal tersebut ada, sampaikan secara jantan, jangan hanya berani menulis di jalan saja. Itu namanya seorang pengecut,” kata Gidot.

Gidot malah sesumbar akan mencari orang tersebut dengan memerintahkan camat untuk melacaknya. Apabila sudah ketemu, akan disuruh ke kantor menghadap bupati. Selanjutnya berdiskusi apa yang menjadi penyebabnya. “Kok tulis di jalan, gunakan fasilitas umum, coba tulis di rumah sendiri. Itu adalah namanya provokator,” kata dia.

Gidot mengaitkan baliho dan spanduk itu dengan pelaksanaan Pilwako Singkawang dan pilgub yang tak lama lagi dilaksanakan. “Dari dulu itu-itu saja. Saya heran, kenapa mau pilwako dan pilgub muncul lagi. Apabila itu intriknya, saya minta tolong berhenti karena membangun daerah bukan karena pemilu,” pinta alumni FKIP Untan ini.

Seandainya motifnya mengganggu stabilitas keamanan, Gidot telah meminta bantuan kepolisian, TNI, dan Pol PP untuk menyelidikinya. “Saya baru mendapatkan laporan bahwa aparat keamanan telah mengetahui siapa yang menulisnya. Apabila mau makar, ya sesuaikan dengan aturan dan itu perlu proses. Untuk apa kita larang. Bila perlu Bengkayang dimekarkan menjadi sepuluh kabupaten, lebih suka saya,” ujarnya.

Apabila ada orang yang datang dan membicarakannya, Gidot mengaku akan menyambut baik. “Saya pasti menunggu, tetapi jangan ujung-ujungnya meminta tolong agar diberi proyek, dalam kamus saya itu tidak ada,” tegasnya. (cah)

Ucapan Gidot Melukai Masyarakat Sungai Raya



Pontianak – Pernyataan Bupati Bengkayang Suryadman Gidot menyikapi spanduk dan baliho yang bertulisan Bengkayang No, Singkawang/Mempawah Yes di beberapa titik ruas jalan Tanjung Gundul sampai Sungai Duri, disesalkan banyak pihak.

“Kita simpati, tidak bijak Pak Gidot berbicara seperti itu. Seharusnya sebagai kepala daerah duduk satu meja bersama rakyatnya untuk mencari solusi terbaik bukan malah bersikap arogansi. Warga Sungai Raya itu kan juga rakyatnya,” tegas Awang Sofian Rozali, anggota DPRD Kalbar daerah pemilihan Bengkayang kepada Equator, Selasa (7/2).

Mestinya, kata dia, dinamika masyarakat direspons secara arif untuk lebih meningkatkan komunikasi dengan masyarakat dan sekaligus dicarikan solusinya. Apakah dengan membentuk UPT atau menyerahkan beberapa kewenangan kepada kecamatan untuk pelayanan masyarakat.

Maksud Awang, mempermudah dan mendekatkan layanan publik dan pemerataan pembangunan, bukan sebaliknya justru menyuruh masyarakat pindah ke daerah lain.

“Sebagai bupati tentu menjadi pengayom dan bapak bagi seluruh masyarakat Kabupaten Bengkayang. Termasuklah warga di Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Raya Kepulauan dalam bingkai NKRI,” kata Awang.

Mengenai pembagian kue pembangunan, sambung dia, sebagai kepala daerah juga harus mengetahui kebutuhan dan keinginan masyarakatnya, khususnya di kecamatan yang tidak ingin bergabung ke Bengkayang itu. “Apakah pembangunan yang dilaksanakan selama ini sudah adil atau tidak. Kalau belum, ya berikanlah keadilan,” saran Awang.

Keinginan masyarakat Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan Kabupaten Bengkayang bergabung ke Kabupaten Pontianak atau Kota Singkawang itu juga mendapat apresiasi dari Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Pontianak Susanto. Asalkan penggabungan itu melalui prosedur dan mekanisme yang benar.

“Di alam demokrasi ini, setiap anggota masyarakat berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya. Termasuk keinginan masyarakat di dua kecamatan itu yang ingin bergabung ke Kabupaten Pontianak,” katanya.

Bagaimana pendapat Bupati Bengkayang Suryadman Gidot dengan wacana yang berkembang? Sampai tadi malam dihubungi telepon selulernya belum berhasil. Juga via SMS belum dibalas.

Namun, Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Pontianak ini, upaya penggabungan daerah tersebut hendaknya dilakukan dengan baik dan benar. Tentunya harus melalui ketentuan perundang-undangan.

Harus dipahami, lanjut Susanto, pemisahan daerah itu ada aturannya. Dibutuhkan tekad dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk merealisasikan keinginan masyarakat itu. Mulai dari masyarakat di kecamatan itu sendiri, kabupaten induk, pemerintah provinsi, dan pihak terkait lainnya.

Kata Susanto, prosedur penggabungan daerah mesti diprakarsai dan diajukan oleh masyarakat setempat. Ditujukan kepada kabupaten induk. Setelah pengajuan diterima, barulah ada perundingan antara kabupaten yang akan ditinggalkan dengan kabupaten yang digabungkan.

“Setelah ada kesepakatan antara dua kabupaten, maka rekomendasi perpindahan wilayah itu disampaikan kepada gubernur. Selanjutnya, gubernur menindaklanjuti ke Mendagri untuk diproses sebagaimana mestinya,” ungkap Susanto.

Ditegaskannya, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, apalagi menyangkut kepentingan pelayanan publik. Dengan tangan terbuka Kabupaten Pontianak siap menerima dua kecamatan itu. Sebab, daerah kepulauan tidak bisa bergabung dengan wilayah kota seperti Singkawang.

Susanto menilai penggabungan wilayah tersebut cukup beralasan. Karena secara geografis, dua kecamatan tersebut memiliki kesamaan dengan daerah-daerah di Kabupaten Pontianak. Terutama aspek wilayah yang berada di daerah pesisir.

“Secara letak, tentu lebih dekat dengan ibukota Kabupaten Pontianak ketimbang Kabupaten Bengkayang. Hal itu akan mempermudah proses administrasi pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pada prinsipnya tidak ada persoalan. Karena, hanya nama daerahnya saja yang diubah, sedangkan negaranya sama,” ucap dia.

Pencerahan itu disambut baik Abdurrahman, warga Mempawah. Menurut dia, penggabungan kedua kecamatan ke Kabupaten Pontianak hal yang tepat. Dirinya berharap, pemerintah daerah baik Bengkayang maupun Mempawah dapat mendukung dan merealisasikan keinginan masyarakat tersebut.

Selain jaraknya yang dekat, kata Abdurrahman, ada kemiripan antara masyarakat di Kabupaten Pontianak dengan masyarakat di dua kecamatan itu. Bahkan, banyak masyarakat di kedua daerah yang masih ada jalinan keluarga. “Karenanya, secara pribadi saya sangat mendukung jika memang penggabungan daerah itu dapat direalisasikan,” tuntas dia.

Dihubungi terpisah, Bupati Bengkayang Suryadman Gidot tidak mempermasalahkan apa yang ingin disampaikan masyarakatnya. Namun, hendaknya disampaikan dengan cara yang lebih santun.

“Kita memang tidak mau mempolemik masalah yang sudah saya tegaskan dari awal, bahwa jangan lakukan aksi coret-coret atau menulis di jalan-jalan atau tempat umum,” kata dia.

Gidot yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Kalbar ini menambahkan, jika memang pelayanan di pemerintahan selama ini dirasakan kurang maksimal ada etika dalam menyampaikannya.

“Sekiranya ada sesuatu yang dinilai kurang dalam pelayanan disampaikan dengan cara-cara yang lebih santun dan kita siap kok,” tuntasnya.

Singkawang Yes Bengkayang No


Singkawang – Merebaknya kembali keinginan warga Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan dari Kabupaten Bengkayang, dipertanyakan tiga anggota DPRD setempat, Egarius, Gregorius Gunawan, dan H Sukarta.

“Berbicara mengenai pemerataan pembangunan, Kecamatan Siding, Suti Semarang, dan Lembah Bawang jauh sangat minim. Tetapi warganya tidak ada keinginan memisahkan diri dari Kabupaten Bengkayang. Walaupun hingga saat ini ketiga kecamatan tersebut dicap sebagai daerah terisolasi,” tutur Egarius kepada Equator di kantornya, Senin (13/2).

Makanya Egarius, legislator Partai Demokrat itu menyayangkan teman-teman di dua kecamatan yang berniat hengkang dari Bumi Sebalo. Padahal kue pembangunan yang telah dinikmati termasuk istimewa dibandingkan kecamatan lainnya.

Dia menguraikan, jarak tempuh Sungkung ke ibu kota Bengkayang sekitar 200 km. Parahnya hingga saat ini belum ada jalan beraspal ke Kecamatan Siding. “Bandingkan dengan Kecamatan Sungai Raya yang sudah mulus, bahkan jalur sutra lagi. Tapi warga Sungkung tidak ada yang mau memisahkan diri,” ujarnya.

Terlebih, Kecamatan Siding dan Sungkung khususnya, lebih dekat berbatasan dengan Malaysia. Akses lebih mudah ke Kabupaten Sanggau Kapuas dan Landak, tetapi warga tetap berkeinginan menjadi warga Kabupaten Bengkayang.

“Berbicara mengenai susahnya untuk membuat kartu keluarga dan KTP, itu juga belum sebanding kesulitan warga Sungkung. Untuk membuat surat rekomendasi dari Camat Siding, mereka harus jalan kaki puluhan kilometer baru sampai ke ibu kecamatan. Apa yang paling krusial di Kecamatan Sungai Raya dibandingkan di Kecamatan Siding?” tanya pria asal Sungkung ini.

Legislator dari daerah pemilihan Bengkayang Tiga ini menerangkan, zaman NKRI belum merdeka, jalan dibuat oleh kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka hingga saat ini jalan menuju Sungkung belum juga dibangun. “Melihat realitas yang ada, kami tetap mau menjadi warga Kabupaten Bengkayang dan tidak berontak. Jadi apa yang diminta oleh warga Kecamatan Sungai Raya,” tanya Egarius.

Senada, Gregorius Gunawan pun mengatakan apabila ada yang mau pindah secara pribadi dipersilakan. Tetapi memprovokasi orang banyak untuk pindah, itu sudah menyalahi aturan perundang-undangan.

“Mengenai fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya, Kecamatan Sungai Raya jauh lebih banyak menikmati hasil pembangunan dibandingkan Kecamatan Siding yang serbakekurangan. Syukur-syukur ada warga Kecamatan Siding yang tamatan SMA,” ungkap pria asal Dusun Sebujit, Kecamatan Siding ini, kemarin.

Perihal musrenbang di Kecamatan Siding, ia menggunakan sepeda motor menuju ibu kecamatan. Apalagi saat ini musim penghujan, dirinya mengakui mau menangis melalui jalan yang belum beraspal. Tetapi kita tidak seperti warga Kecamatan Sungai Raya, kita harus tahu berapa PAD dan APBD Bengkayang.

“Warga Kecamatan Siding apabila ingin ke ibu kota Bengkayang harus merogoh kocek jutaan rupiah untuk biaya transportasi, sedangkan dari Sungai Raya, tidak terlalu besar,” jelasnya.

H Sukarta, anggota DPRD Bengkayang asal Kecamatan Sanggau Ledo, mengatakan alangkah baiknya masyarakat Kecamatan Sungai Raya berdialog dengan anggota DPRD Bengkayang. Apalagi banyak wakil rakyat dari kecamatan tersebut yang duduk di kursi legislatif.

“Saya saja, apabila ada permasalahan di Kecamatan Sanggau Ledo, selalu menjadi tempat pengaduan dan bertanya bagi warga. Apa dan bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah. Seharusnya warga Kecamatan Sungai Raya datangi anggota DPRD dari Daerah Pemilihan Bengkayang Dua, minta pendapat dan berdialog dengan mereka,” saran Sukarta, kemarin. tapi kalo kita mengulang masa lalu anggota dewan di atas tidak tau sama sejarah pemekaran kalo kec sei raya dibandingkan dengan kec siding....sebelum pemekaran kami ke ibu kota hanya 54 km,setelah pemekaran kami harus tempuh jarak 127....sedang kan siding kalo blm pemekarankan jaraknya sekitar 275km kalo ke singkawang...berarti mereka uda dapat keuntungan dari pemekaran...sedangkan kami dirugikan pemekaran...jd saya sarankan ke dewan diatas agar wawasannya diperluas....dan saran datangi dewan dapil 2 untuk bahas ini saya rasa percuma...mereka masih ada kepentingan ke bky....

Pisah Dari Bengkayang Harga Mati Buat Sungai Raya



Pemekaran dan penggabungan kota dan kabupaten ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 (PP 78/2007) tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan Daerah. PP 78/2007 sampai saat ini lebih banyak dijadikan ujung tombak pemekaran daerah yang sedang kena moratorium (penghentian sementara) daripada penggabungan daerah.

Kasus di nusantara sendiri, lebih banyak dikupas berita pemekaran daerah daripada penggabungan wilayah. Karenanya PP 78/2007 itu juga yang diduga akan digunakan untuk menjadi rekomendasi revisi undang-undang pembentukan Kabupaten Bengkayang.

Sebagian warga Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan di Kabupaten Bengkayang, menginginkan supaya Undang-Undang (UU) 10/1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bengkayang boleh diubah. Bahkan UU 10/199 diklaim sebagian warga merupakan rekayasa, wah, berarti Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) juga kena tipu?

Ihwal keinginan sebagian warga Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan ingin lepas dari Kabupaten Bengkayang, Walikota Singkawang Dr KRA Hasan Karman Notohadiningrat mengatakan sebenarnya permasalahan Sungai Raya ini merupakan isu lama, sejak pembentukan Pemerintah Kota Singkawang melalui UU 12/2001.

Menurut peraturan perundang-undangan, batas luas wilayah administrasi untuk Pemerintah Kota (Pemkot) Singkawang 50.400 hektare itu sudah maksimal. Kalau ditambah wilayah lagi, bukan lagi pemerintah kota (pemkot), tetapi harus diubah menjadi pemerintah kabupaten (pemkab) dan penetapannya harus dengan undang-undang, demikian timpal Walikota Hasan Karman.

Sedangkan dari Bupati Pontianak H Ria Norsan membuka tangan lebar-lebar dengan menyampaikan seloka, “Kecik tapak tangan, nyiruk (tampah untuk menampik beras) kamek tadahkan”, kalau dua kecamatan di Kabupaten Bengkayang itu ingin bergabung.

Preseden apakah ini sehingga Kabupaten Bengkayang akan berkurang kedaulatan wilayahnya? Bahasa halusnya, menunjukkan kalau Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan perlu perhatian lebih dari Pemkab Bengkayang. Mungkin saja bukan hanya di kesejahteraan yang menyangkut ekonomi, namun juga di pembagian kekuasaan.

Kalau Kabupaten Bengkayang berkurang wilayah kekuasaan kedaulatannya, siapa yang gagal di pemerintahan yang majemuk? Aparat negara tentu perlu wawas diri, apakah kebhinekaan yang diterapkan di Indonesia sudah mengena atau hanya pemanis bibir pelaksana pemerintahan saja.

Di sinilah kebhinekaan di Kabupaten Bengkayang diuji, apakah mampu mengakomodasi keberagaman suku, agama, ras, golongan, dan tidak menyelesaikan masalah dengan emosi atau mengedepankan politik golongan. Mari sama-sama jujur, kedua kecamatan itu lebih miskin mana dengan kecamatan di pedalaman atau perbatasan?

Kalau dalam penelitian independen nanti, dua kecamatan di pesisir itu lebih sejahtera derajat penduduknya daripada kecamatan lain di Bengkayang yang ada di pedalaman, bagaimana posisi negara menangani masalah Kabupaten Bengkayang? Entahlah. Kalau betul ingin pisahnya karena faktor adat, agama, dan suku saja, bagaimana peran negara mendamaikannya?

Kalau sudah menyangkut kebhinekaan negara yang digugat, usut tuntas yang ada di ibukota kabupaten maupun di kecamatan. Jangan berikan ruang kepada diskriminasi di kebhinekaan Indonesia. Sekali lagi, di sinilah, kalau memberikan kue pembangunan maupun di pembagian kekuasaan harus adil. *

Sungai Raya tetap Membenci Bengkayang




Singkawang –13 tahun silam, kembali ratusan warga Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan berbondong-bondong ke Kantor Camat Sungai Raya menuntut agar wilayah mereka dilepaskan dari Kabupaten Bengkayang, Senin (13/2).

“UU Nomor 10 Tahun 1999 itu hanya rekayasa. Masyarakat di sini tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai apakah Sungai Raya gabung ke Bengkayang atau tidak. Mereka main selonong saja memasukkan Sungai Raya ke Kabupaten Bengkayang. Mana demokrasi negara ini?” cetus Lafiardi, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Unjuk Rasa.

Setelah orasi, sejumlah perwakilan aksi damai itu diminta berdialog langsung dengan Camat Sungai Raya Akhmadi di ruang kerjanya, didampingi Kapolsek Sungai Raya CH Sitorus. Suasana sempat memanas karena warga sudah bosan dengan berbagai penjelasan yang tidak berujung.

Komentar Bupati Bengkayang dan Ketua Komisi A DPRD Bengkayang di koran Equator 6 Februari 2012, mereka nilai memprovokasi warga untuk bergerak kembali menuntut pisah dari Bengkayang.

Lafiardi alias Katak menjelaskan, masyarakat Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan memang sejak dahulu tidak setuju bergabung dengan Kabupaten Bengkayang lantaran urusan administrasi jauh. Juga sulit mendapatkan pelayanan publik serta prosedur yang berbelit-belit.

“Kalau masalah pembangunan dikalikan nol saja. Hasil musrenbang tidak pernah terealisasi. Karena anggota dewan saja tidak mau datang ke Kantor Camat Sungai Raya tempat dilaksanakan musrenbang, makanya hasilnya sulit untuk terealisasi,” ungkap Lafiardi.

Banyak persoalan yang dihadapkan masyarakat Sungai Raya itu, kata Lafiardi, membuat warga ingin segera dilepas dari Kabupaten Bengkayang. “Kembalikan kami ke habitat kami, kabupaten atau kota terdekat. Bebaskan kami dari lilitan ini, kembalikan kami, jangan hak kami dirampas,” tegasnya.

Ketika ditanya apakah lebih memilih Kota Singkawang atau Kabupaten Pontianak, Lafiardi telah mendapatkan informasi kalau Bupati Pontianak bersedia membuka tangan selebar-lebarnya kalau Sungai Raya ingin bergabung dengan Kabupaten Pontianak. “Kecik tapak tangan, nyiruk kamek tadahkan,” kata Lafiardi menyitir peribahasa yang disampaikan Bupati Ria Norsan.

Sementara itu, Camat Sungai Raya Akhmadi enggan berkomentar banyak mengenai tuntutan warganya yang ingin lepas dari Kabupaten Bengkayang itu. “Kita akan tindak lanjuti dengan menemui bupati. Selaku bawahan, saya akan melaporkan hal ini ke beliau. Tidak dapat dipastikan kapan, tergantung apakah beliau di tempat atau tidak. Yang jelas akan secepatnya,” katanya. “Saya tidak bisa harus bagaimana dan bagaimana nantinya.”

Terkait masalah pelayanan publik yang dikeluhkan para pengunjuk rasa, Akhmadi buru-buru membantahnya. “Selama ini pelayanan tidak ada masalah, tidak ada penundaan, kecuali saya sedang tidak di tempat. Tidak ada juga yang dipersulit dan masyarakat pun selama ini tidak pernah mengeluhkannya. Kalau ada mungkin secara pribadi,” tangkis Akhmadi.

Setelah mendapatkan penjelasan dari Camat Sungai Raya, para pengunjuk rasa pun membubarkan diri dengan tertib. Dengan mewanti-wanti akan datang kembali bila tidak ada tindak lanjut dari tuntutan untuk memisahkan diri dari Kabupaten Bengkayang tersebut.

Karena sayang

Bupati Kabupaten Bengkayang Suryadman Gidot menegaskan tidak ada sedikit pun niat dirinya untuk melukai hati masyarakat, khususnya masyarakat di dua kecamatan yang ingin memisahkan dirinya dari kabupaten yang dipimpinnya.

“Seperti yang sudah saya sampaikan sebelum-sebelumnya, kalau ada kekurangan pelayanan dan aspirasi yang ingin disampaikan, ya sampaikan dengan cara yang santun. Jangan suka tulis-tulis dan coret-coret di jalan,” katanya dihubungi Equator via seluler, Senin (13/2).

Gidot juga merasa sedih menyusul pernyataan pihak-pihak yang menilai pernyataannya dalam menanggapi keinginan tersebut sangat melukai hati masyarakat.

“Dalam pemerintahan ada level kepemimpinan, di tingkat kecamatan ya sampaikan dengan cara yang baik kepada camat. Nanti apa yang menjadi keinginan masyarakat akan kita bicarakan. Saya marah dengan rakyat karena saya sayang dengan rakyat,” ucap Gidot, yang baru tiba di Pontianak dari Sukadana menghadiri Muscab Partai Demokrat.

Bagaimana keinginan masyarakat dua kecamatan, Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan yang semangatnya begitu besar untuk tetap memisahkan diri dari Kabupaten Bengkayang? “Lihat dulu masalah yang prinsip, apakah memang gara-gara pelayanan publik atau ada hal lainnya,” jawab Gidot.

Bupati Bengkayang mencermati, kalau kurangnya perhatian dari pemerintah menjadi alasan masyarakat dua kecamatan itu untuk bergabung ke kabupaten lain, sampaikan apa kekurangan itu.

Sebagai wujud perhatian terhadap kehidupan masyarakat, Gidot menyadari perlu adanya refleksi akan makna kepemimpinan dari semua level kepemimpinan. “Kita tentunya menginginkan perjalanan roda pemerintahan tidak menyengsarakan rakyat,” katanya.

Singkawang abstain

Terpisah, Walikota Singkawang Dr KRA Hasan Karman Notohadiningrat mengatakan sebenarnya permasalahan Sungai Raya ini merupakan isu lama sejak pemekaran Singkawang pada 2011. “Waktu itu mungkin sebagian warga di Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan merasa jarak daerahnya terlalu jauh ke Bengkayang dibandingkan ke Singkawang,” katanya.

Menurut peraturan perundang-undangan, batas luas wilayah administrasi untuk Pemerintah Kota (Pemkot) Singkawang 50.400 hektare itu sudah maksimal. “Jika ditambah wilayah lagi, maka bukan lagi Pemerintah Kota (Pemkot), tetapi harus diubah menjadi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan penetapannya harus dengan undang-undang,” jelas Hasan.

Dia tidak menyebutkan apakah bersedia menerima atau menolak Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan masuk ke Kota Singkawang. “Kita tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan mau menerima atau menolak. Semuanya harus melalui pembahasan yang melibatkan semua unsur terkait dari kabupaten, provinsi, dan pusat,” terang Hasan.

Menurutnya, lebih baik semua berpikir dengan kepala dingin untuk mencari solusi yang dapat memenuhi tuntutan masing-masing. “Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Namun, jika mau berkepala dingin, pasti ada jalan. Memisahkan diri belum tentu lebih baik dan mekanismenya panjang. Bisa-bisa malah menimbulkan masalah baru yang berkepanjangan,” ingat Hasan. (dik/jul)

Ingin Memisahkan Diri Sejak Dipimpin Jacobus Luna


Singkawang – Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan sangat sulit memisahkan diri dari Kabupaten Bengkayang. Harus ada solusi agar warga di dua kecamatan tersebut tetap menjadi warga Bengkayang.
“Sebelum mencari solusi, Pemkab Bengkayang harus duduk semeja dengan warga Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan, mencari akar masalah mengapa mereka mau memisahkan diri dari Bumi Sebalo,” ungkap Moses Ahie, mantan Wakil Bupati Bengkayang periode 2000-2005, kemarin.
Moses Ahie mengaku isu masyarakat Kecamatan Sungai Raya ingin memisahkan diri dari Kabupaten Bengkayang sudah muncul ketika dirinya dengan Jacobus Luna menjabat kepala daerah setempat.
“Zaman saya dan Pak Luna menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bengkayang, permasalahan itu timbul. Kenapa saat ini timbul lagi. Ini menjadi pertanyaan yang besar,” ungkap Moses yang kini menjabat sekretaris KPU Kalbar.
Mantan Camat Bengkayang ini menyarankan masyarakat Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan harus berdialog dengan Pemkab Bengkayang. Nantinya bersama eksekutif dan legislatif, bersama-sama mencari dan mempelajari akar permasalahan.
Anggota DPRD Bengkayang Robertus mempertanyakan apa alasan Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan ingin memisahkan diri dari Bumi Sebalo. Berbicara mengenai jauhnya jarak antara kedua kecamatan itu dengan ibu kota kabupaten, tidak seberapa dibandingkan dengan Kecamatan Suti Semarang dan Siding.
“Warga di daerah perbatasan seperti Kecamatan Jagoi, Siding, dan Suti Semarang jauh dari ibu kota provinsi saja tidak ingin memisahkan diri dari Kalbar. Walaupun selama ini tidak pernah diperhatikan dalam hal pembangunan infrastruktur,” sindir Robertus.
“Seandainya warga perbatasan menulis Malaysia Yes, Indonesia No macam mana? Masyarakat Kecamatan Sungai Raya jangan mencari-cari alasan tidak pernah diperhatikan. Kita harus berbesar hati jangan sampai hal ini mengganggu stabilitas keamanan di Kabupaten Bengkayang yang telah kondusif,” saran Legislator asal Kecamatan Suti Semarang ini.
Legislator dari PDI Perjuangan itu mendukung pernyataan Bupati Bengkayang mengenai orang-orang yang tidak ingin menjadi warga Bumi Sebalo, pindah saja ke kabupaten lain. Berdirinya Kabupaten Bengkayang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang sah di mata hukum.
“Perihal wilayah dan tata batas milik Kabupaten Bengkayang dari Kecamatan Sungai Raya sampai Jagoi Babang itu harga mati. Tidak boleh diganggu gugat. Sesuai dengan UU 10/1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang,” tegas Robertus.
Mengacu pasal 3 UU 10/1999, wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Sambas. Terdiri dari wilayah Kecamatan Sungai Raya, Samalantan, Bengkayang, Ledo, Sanggau Ledo, Seluas, Jagoi Babang, Pasiran, Roban, dan Tujuhbelas.
Pasal 5 menyebutkan, Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang mempunyai batas, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Selakau, Kecamatan Tebas, Kecamatan Sambas, Kecamatan Sejangkung, dan Kecamatan Sajingan Besar Kabupaten Daerah Tingkat II Sambas.
Sebelah timur berbatasan dengan Sarawak Malaysia Timur dan Kecamatan Sekayam Kabupaten Daerah Tingkat II Sanggau.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kunyit, Kecamatan Toho, Kecamatan Menjalin, Kecamatan Mempawah Hulu, Kecamatan Menyuke, dan Kecamatan Air Besar Kabupaten Daerah Tingkat II Pontianak. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna.
Sementara itu, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 10/1999 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Bengkayang, secara resmi mulai tanggal 20 April 1999, Kabupaten Bengkayang terpisah dari Kabupaten Sambas. Selanjutnya pada tanggal 27 April 1999, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengangkat Pejabat Bupati Bengkayang pertama yang dijabat oleh Drs Jacobus Luna. Pada waktu itu wilayah Kabupaten Bengkayang meliputi 10 kecamatan. Bupati dan wakil bupati waktu itu dipimpin Drs Jacobus Luna dan Drs Moses Ahie dengan masa pimpinan periode 2000-2005.
Selanjutnya dengan adanya pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2005, terpilih kembali Drs Jacobus Luna dan Suryadman Gidot SPd sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bengkayang untuk periode 2005–2010.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 12/2001 tentang Pembentukan Pemerintahan Kota Singkawang mengakibatkan Kabupaten Bengkayang dimekarkan kembali dengan melepaskan tiga kecamatan yang masuk ke wilayah pemerintahan Kota Singkawang. Sehingga tinggal tujuh kecamatan. Kemudian pada 2002, Kabupaten Bengkayang kembali bertambah menjadi 10 kecamatan dengan pembentukan kecamatan baru, yaitu Kecamatan Monterado, Teriak, dan Suti Semarang.
Pada awal tahun 2004, dari 10 kecamatan yang ada tersebut, Kabupaten Bengkayang dimekarkan lagi menjadi 14 kecamatan dengan empat kecamatan barunya, yakni Kecamatan Capkala, Sungai Betung, Lumar, dan Siding.
Kemudian pada 2005 ada pemekaran lagi, Kecamatan Sanggau Ledo dimekarkan lagi menjadi Kecamatan Tujuh Belas. Kecamatan Sungai Raya dimekarkan menjadi Kecamatan Sungai Raya Kepulauan dan Kecamatan Samalantan dimekarkan menjadi Kecamatan Lembah Bawang. Jadi, jumlah keseluruhan yang ada di Kabupaten Bengkayang saat ini berjumlah 17 kecamatan. (cah)



Warga tetap Tuntut Keluar dari Bengkayang



Ratusan Warga Serbu Kantor Camat

Singkawang –  sekitar 500 warga Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan akan berunjuk rasa ke Kantor Camat Sungai Raya. Mereka menuntut keluar dari teritori Kabupaten Bengkayang.

demo warga menuntut agar sungai raya pisah dari 
bengkayang
“Besok (hari ini, red) sekitar 500 warga Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan akan berorasi di Kantor Camat Sungai Raya menuntut keluar dari Kabupaten Bengkayang,” kata Feri Fadli, warga Sungai Raya saat bertandang ke Kantor Biro Equator Singkawang, kemarin (12/2) sore.
Mereka sudah tidak berselera lagi gabung dengan Bengkayang dan berniat masuk ke Kota Singkawang atau Kabupaten Pontianak. Feri kecewa, pernyataan pejabat penting Kabupaten Bengkayang dalam menanggapi aspirasi masyarakat sangat melukai masyarakat Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan. “Bukan menyejukkan suasana, malah memprovokasi masyarakat untuk beraksi,” sesalnya.
Pejabat yang dimaksud, Bupati Suryadman Gidot, yang memerintahkan camat untuk mempermudah proses perpindahan masyarakat Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan. Bahkan orang nomor satu di Bengkayang ini mengimbau seluruh warga untuk pindah.
Feri menilai, sebenarnya tidak pantas seorang bupati yang terhormat mengusir masyarakat Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan. “Apabila kami pergi meninggalkan Kabupaten Bengkayang hanya membawa diri pribadi kami, itu tidak masalah. Tetapi kami pergi harus membawa tanah dan harta warisan leluhur kami, pindah atau bergabung ke Kota Singkawang atau Kabupaten Pontianak. Itu merupakan harga mati untuk masyarakat Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan,” tegasnya.
Pejabat Bengkayang lainnya yang dinilai memprovokasi warga yakni Ketua Komisi A DPRD Bengkayang Yacobus Sitolin, yang menyebutkan bahwa aksi baliho dan spanduk di sepanjang Jalan Tanjung Gundul sampai Sungai Duri hanya ulah segelintir orang dan sebagai upaya memprovokasi.
“Pada dasarnya, keinginan untuk menolak penggabungan kecamatan eks Sungai Raya adalah murni dari hati nurani seluruh masyarakat Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan. Kecuali segelintir orang yang mempunyai kepentingan pada Pemkab Bengkayang,” kata Feri.
Terkait dukungan seluruh masyarakat Sungai Raya dan Sungai Kepulauan ini, Feri mengaku siap untuk dilakukan survei lapangan atau polling. “Kami yakin 99,99 persen masyarakat Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Raya Kepulauan menolak bergabung dengan Kabupaten Bengkayang,” katanya.
Sejarah digabungnya eks Kecamatan Sungai Raya ke Kabupaten Bengkayang didasarkan pada UU 10/1999 tentang Kabupaten Bengkayang. “Kami nilai itu cacat hukum serta tidak sesuai dengan hakikat dari pemekaran suatu wilayah atau kabupaten,” jelas Feri.
Penggabungan eks Kecamatan Sungai Raya juga tidak melalui musyawarah dan aspirasi dari masyarakat bawah, yakni masyarakat Sungai Raya itu sendiri. “Selama hal ini tidak diluruskan, akan menjadi duri dalam daging bagi Kabupaten Bengkayang. Dengungan untuk menolak digabungkannya eks Kecamatan Sungai ke Kabupaten Bengkayang akan terus terjadi sampai anak cucu kami dan ini merupakan harga mati,” tegas Feri.
Sebelumnya, dikonfirmasi Equator, Bupati Gidot tidak mempermasalahkan apa yang ingin disampaikan masyarakatnya. Namun hendaknya disampaikan dengan cara yang lebih santun.
“Kita memang tidak mau mempolemik masalah yang sudah saya tegaskan dari awal, bahwa jangan lakukan aksi coret-coret atau menulis di jalan-jalan atau tempat umum,” katanya.
Dia menambahkan, “Sekiranya ada sesuatu yang dinilai kurang dalam pelayanan disampaikan dengan cara-cara yang lebih santun dan kita siap kok,” ujarnya. (dik)

Sudahkah Anda Sholat !!!

Karimunting. Powered by Blogger.